MAKALAH HABLU MINANNAS DAN HABLU MINALLAH
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Halaman Judul
Salah satu
istilah yang sering salah dimengerti orang tentang kedudukan hukum-hukum Allah
yang ditetapkan-Nya bagi manusia adalah tentang dikotomi ‘hablumminallah’ dan ‘hablumminannas’,
bahwa ketika mereka menyebut ‘hablumminallah’ itu berarti suatu perbuatan yang
semata-mata berhubungan dengan peribadatan kepada Allah berupa shalat, puasa
dan haji, sebaliknya kalau menyangkut ‘hablumminannas’ artinya suatu perbuatan
yang terkait dengan sesama manusia, misalnya soal berbuat baik, hukum pidana dan
perdata, aturan kesopanan berpakaian dan bertingkah-laku, hidup bertetangga,
sampai kepada aturan bernegara dan bermasyarakat secara umum. Salah kaprah
berikutnya soal kedua istilah ini adalah, tata-cara ‘hablumminallah’ sudah diatur
secara baku dan tidak boleh dirobah baik bentuknya maupun waktunya, misalnya aturan
shalat wajib 5 kali sehari semalam dengan rakaat yang tetap dan waktu yang tetap,
puasa wajib harus di bulan ramadhan mulai dari terbit fajar sampai matahari
terbenam. Sebaliknya urusan ‘hablumminannas’ merupakan tata-cara yang terkait tempat
dan konteksnya, termasuk harus berpedoman kepada budaya setempat. Maka tata-cara
hidup bertetangga di Arab berbeda dengan di Indonesia, bahkan ada yang berani menafsirkan
aturan hukum pidana dan perdatanya juga bisa berubah-ubah sesuai nilai-nilai
yang dianut pada tempat dan waktu tertentu. Lalu diambil kesimpulan hukuman
potong tangan bagi si pencuri atau qishash untuk si pembunuh hanya sesuai
diterapkan pada konteks jaman dahulu, sedangkan saat sekarang yang sudah
menganut nilai-nilai HAM, aturan tersebut sudah tidak tepat diberlakukan.
Memakai jilbab merupakan cara yang cocok dipakai dijaman Arab jahiliyah karena
kedudukan wanita yang rentan dengan bahaya hegomoni kaum laki-laki, sedangkan jaman
sekarang tidak diperlukan lagi karena adanya paham kesetaraan gender. Pemahaman
ini kemudian menjadi ‘bola liar’ dalam menafsirkan hukum-hukum Allah yang
kebetulan tercantum jelas dalam Al-Qur’an. Faktanya ayat Al-Qur’an memang
memuat – dengan bahasa yang jelas – bahwa hukuman buat si pencuri adalah potong
tangan [QS 5:38], atau bagi si pembunuh harus dihukum mati [QS 2:178], aturan
waris yang membedakan porsi laki-laki 2 kali bagian wanita [QS 4:11] kewajiban
memakai jilbab bagi kaum wanita [QS 33:59]. Mau diputar balik pakai cara
apapun, aturan tersebut memang sudah tercantum dengan jelas disana, bahwa
ketika Allah bicara soal pembagian waris bagi laki-laki 2 kali bagian wanita,
kita tidak bisa merubahnya menjadi porsi yang lain selain 2 banding 1, ketika Allah
memerintahkan kaum wanita untuk memakai jilbab, tidak bisa tafsirannya lalu
kita buat boleh memakai pakaian model apapun ‘asal sesuai dengan norma
kesopanan setempat’, maka orang-orang lalu berdebat 7 hari 7 malam untuk
menentukan batas tentang ‘norma kesopanan’ tersebut, itupun tanpa menghasilkan
kesepakatan apa-apa. Dalam kaitan tentang istilah ‘hablumminallah’ dan
‘hablumminannas’ , kita menemukan satu ayat Al-Qur’an yang menyinggung soal
ini, ketika Allah bicara tentang ahli kitab yang artinya ’’Mereka diliputi
kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali
(agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia’’
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Hablum minallah ?
2.
Apa
yang dimaksud dengan Hablum minannas ?
3.
Bagaimana Penerapan Hablum minannas dalam kehidupan sehari –
hari ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hablum Minallah
a.
Pengertian
Hablum Minallah
Hablum
minallah adalah perjanjian dari Allah. Yaitu masuk Islam atau beriman dengan
Islam sebagai jaminan keselamatan bagi mereka di dunia dan akhirat. Atau tunduk
kepada pemerintahan muslimin dengan jaminan dari pemerintah itu sebagaimana
yang diatur oleh Syari'ah dalam perkara hak dan kewajiban orang kafir dzimmi
yaitu orang kafir yang menjadi warga negara Islam untuk mendapatkan jaminan
perlindungan hak-haknya sebagai manusia di dalam kehidupan dunia saja dan mendapat
ancaman adzab di akhirat.
b.
Cara
Menjalin Hubungan Dengan Allah
1.
Beriman
dengan Allah SWT dan menyembah-Nya dengan melaksanakan sholat fardhu lima waktu
dan beramal sholih sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW.
Tidak akan terjalin hubungan yang baik dengan Allah SWT, apabila kita tidak mau
beriman dengan Allah SWT, tidak mau beramal sholih sesuai dengan tuntunan Allah
dan Rasul-Nya, dan juga tidak mau melaksanakan sholat fardhu lima waktu.
2.
Tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun juga syirik. Menyekutukan Allah
(syirik) adalah perbuatan dosa yang amat besar dan sangat dimurkai Allah.
Menyembah selain Allah, mengakui adanya tuhan yang lain selain Allah, maka itu
adalah syirik, sedangkan orang yang melakukan perbuatan syirik disebut musyrik.
3.
Tidak
mengatakan hal yang bathil (salah) tentang Allah.
Mengatakan hal yang bathil tentang Allah contohnya ialah perkataan orang-orang nasrani (kristen) bahwa Allah mempunyai anak, orang Yahudi mengatakan bahwa Allah faqir (Sangat miskin), sub-haanallaah, bahkan sebenarnya kepunyaan Allah SWT yaitu seluruh langit dan bumi beserta seluruh isinya, bahkan nyawa dan kehidupan manusia ini pun adalah milik Allah SWT.
Mengatakan hal yang bathil tentang Allah contohnya ialah perkataan orang-orang nasrani (kristen) bahwa Allah mempunyai anak, orang Yahudi mengatakan bahwa Allah faqir (Sangat miskin), sub-haanallaah, bahkan sebenarnya kepunyaan Allah SWT yaitu seluruh langit dan bumi beserta seluruh isinya, bahkan nyawa dan kehidupan manusia ini pun adalah milik Allah SWT.
4.
Tidak
berprasangka buruk kepada Allah. Yakinilah olehmu bahwa Allah Maha Baik, Allah
Maha Adil, Allah Maha Pengasih, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Bijaksana,
Allah Maha Dekat, Maha Mengabulkan Doa, Maha Memberi Rezeki. Sub-haanallaah,
Allah tidak akan pernah menzolimi (menganiaya) makhluknya.
5.
Mengenali
Allah dengan pengenalan yang benar. Ma'rifatullaah agar tumbuh rasa cinta
kepada Allah ialah Mahabbatullaah.Untuk mengenal Allah dengan benar jalannya
adalah dengan rajin membaca, mempelajari dan memahami Al-Qur’an kitab allah,
dan jangan sekali-kali mengenali Allah dengan cara membabi-buta mengikuti faham
orang-orang yang sesat dan mengatakan hal-hal yang tidak benar tentang Allah, serta
bertentangan dengan Al-Qur’an kitab allah. Anjuran : hafalkan olehmu asmaa-ul
husnaa dan fahami maknanya, setelah itu berdzikirlah dengan as maa-ul husna itu
dengan penuh penghayatan dan rasa cinta serta rindu kepada allah, insya Allah,
akan bermanfaat bagimu di dunia dan akhirat.
6.
Meyakini
dan merasakan bahwa Allah sangatlah dekat dengan kita dan sangat menyayangi
kita.
7.
Bersyukur
atas seluruh nikmat Allah SWT dan bersabar atas cobaan Allah SWT atas
diri kita. Bukti bahwa kita bersyukur dan bersabar atas ketentuan Allah SWT
atas diri kita ialah kesungguhan dan kecintaan kita untuk selalu dapat
melaksanakan sholat fardhu lima waktu hingga akhir hayat kita, baik dalam
keaadaan susah maupun senang, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, baik
dalam keadaan sehat maupun sakit.
8.
Yakin
dan Tawakkal kepada Allah yang maha baik, serta bergantung dan berharap
sepenuhnya hanya kepada Allah. Hasbunallaah wani'mal wakiil, ni'mal maulaa
wani'man nashiir (Cukuplah Allah bagi kami, Allah sebaik-baik pelindung dan
sebaik-baik penolong).
9.
Berakhlak
mulia. Tidak akan terjalin hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia bila
kita berakhlak buruk.
10.
Meninggalkan
semua perbuatan dosa dan maksiat, dan juga meninggalkan hal-hal yang dapat
menjauhkan kita dari keridhoan Allah dan melalaikan kita dari dzikrullaah
(mengingat dan menyebut Allah dalam rangka taat kepada Allah).
11.
Hilangkan
sifat sombong, tomak (rakus). Hasad (iri hati) dan sifat-sifat tercela lainnya.
Iblis dilaknat oleh Allah karena sombong, Nabi Adam dikeluarkan dari syurga
karena rakus, Qobil membunuh saudaranya Habil karena iri hati (hasad).
Sifat-sifat yang buruk akan menghantarkan kita kepada perbuatan-perbuatan dosa
yang dimurkai oleh Allah SWT.
12.
Selalu
bertobat dan memohon ampunan Allah SWT (istighfar).
Orang yang berdosa bertobat agar dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT, menerima amal ibadahnya dan meridhoinya.
Orang yang berdosa bertobat agar dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT, menerima amal ibadahnya dan meridhoinya.
13.
Mendawamkan
wudhu dan membiasakan diri kita untuk selalu dalam keadaan suci dari hadas
kecil dan besar. "Sungguh allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan
mensucikan diri".
14.
Memperbanyak
dzikrullah, bahkan selalu dzikrullah dalam setiap keadaan, baik dalam keadaaan
duduk, berdiri maupun berbaring.
15.
Selalu
bermunajat, berdo'a, dan memohon pertolongan kepada Allah dalam setiap urusan
kita.
16.
Bersungguh-sungguh
dalam melaksanakan ibadah yang wajib dan bersungguh-sungguh pula di dalam
melaksanakan ibadah yang sunnah untuk taqorrub ilallaah (Mendekatkan diri pada
ALLAH).
17.
Setelah
menjaga sholat fardhu lima waktu, jagalah pula sholat-sholat sunnah, seperti
sholat tahajjud, witir, duha, tasbih,hajat dan lain-lain.
18.
Mengikuti
dan mencintai rosuulullah muhammad saw sebagai bukti kecintaan kita kepada
allah, dengan cara melaksanakan sunnah-sunnah Rosulullah SAW dalam kehidupan
kita sehari-hari. Semakin banyak Sunnah Rosulullah SAW yang kita laksanakan
maka semakin baik pula keimanan dan kecintaan kita kepada Allah SWT
19.
Selalu
berniat ikhlas karena Allah dalam setiap amal ibadah kita
20.
Mengakui
kelemahan, kebodohan dan kekurangan diri kita di dalam melaksanakan semua
perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah.
21.
Merasa
takut dan malu kepada allah yang maha baik.
22.
Berdo'alah
kepada Allah. Semoga Allah melimpahkan semua kebaikannya kepada kita,di mana
dengan kebaikan-Nya itu kita dibimbing untuk melakukan hal-hal yang terbaik dan
diridhoi oleh Allah SWT. Hanya kepada Allah kita menyembah dan menghambakan
diri, hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Jalan memperkuatkan hubungan dengan Allah Tidak terdapat jalan lain
untuk menimbulkan hubungan dengan Allah SWT melainkan satu sahaja. Seseorang
insan hendaklah beriman dengan Allah SWT yang Esa sebagai Rab dan Ilah bagi
dirinya dan untuk sekelian makhluk di langit dan di bumi serta mengimani
sifat-sifat Uluhiyyah-Nya. Tuntutan dan kelayakannya tidak boleh diberi kepada
selain daripada Allah. Hendaklah saudara membersihkan hati daripada segala
kekaratan syirik. Apabila manusia dapat menyempurnakan semuanya ini mengikut
cara yang dituntut, akan terikatlah jalinan hubungan antaranya dengan Allah
SWT. Adapun untuk mempererat dan menyuburkan hubungan ini tertakluk kepada dua
jalan, yaitu: jalan kefahaman dan berfikir dan jalan bekerja.
Kaidah menyuburkan hubungan dengan Allah SWT melalui jalan kefahaman dan tadabbur ialah dengan cara manusia mempelajari Al-Quran dan Hadith Nabi Muhammad SAW yang sahih dan sedaya upaya mengamatinya berulang-ulang kali dan seterusnya coba memahaminya agar benar-benar faham. Langkah seterusnya ialah dengan mencoba sedaya upaya untuk mengamalkannya di dalam kehidupan. Apakah sudah terjalin hubungan diantara manusia dengan Allah SWT dalam kenyataan hidup sehingga setelah manusia ketahui sudut-sudut ini, manusia akan coba membentangkan dan membandingkan dengan hal keadaan manusia. Maka bertambah eratlah hubungan manusia dengan Allah SWT. Maka untuk itu hendaklah manusia memperhatikan segenap sudut. Sekadar mana dapat diperkuatkan perasaan ini di dalam diri manusia maka sekadar itulah hubungan manusia dengan Allah SWT.
Kaidah menyuburkan hubungan dengan Allah SWT melalui jalan kefahaman dan tadabbur ialah dengan cara manusia mempelajari Al-Quran dan Hadith Nabi Muhammad SAW yang sahih dan sedaya upaya mengamatinya berulang-ulang kali dan seterusnya coba memahaminya agar benar-benar faham. Langkah seterusnya ialah dengan mencoba sedaya upaya untuk mengamalkannya di dalam kehidupan. Apakah sudah terjalin hubungan diantara manusia dengan Allah SWT dalam kenyataan hidup sehingga setelah manusia ketahui sudut-sudut ini, manusia akan coba membentangkan dan membandingkan dengan hal keadaan manusia. Maka bertambah eratlah hubungan manusia dengan Allah SWT. Maka untuk itu hendaklah manusia memperhatikan segenap sudut. Sekadar mana dapat diperkuatkan perasaan ini di dalam diri manusia maka sekadar itulah hubungan manusia dengan Allah SWT.
Dalam konteks pertalian dengan Allah SWT, manusia adalah hamba
Allah SWT. manusia dijadikan sebagai khalifah-Nya di bumi. Kemudian, daripada
Allah SWT dipindahkan nikmat-nikmat dan pemberian-Nya yang tidak terkira kepada
manusia. Bertolak daripada sini, setelah manusia beriman maka Allah SWT telah
membeli jiwa dan harta manusia dengan surga. Lalu daripada semua itu, manusia
bertanggungjawab dihadapan-Nya. Allah SWT tidak menghisab amal-amal itu
daripada segi zahir pekerjaan saudara sahaja, tetapi juga dicatat bersama-sama
dengan perbuatan zahir itu gerak-geri, diam, niat, dan kehendak manusia. Inilah
antara banyak contoh-contoh pertalian yang telah sedia ada di antara manusia
dengan Allah SWT.
Berdasarkan kepada kefahaman ini, menjiwainya dan melaksanakan
tuntutannya akan menentukan derajat hubungan dan taqarrub kita dengan-Nya.
Sejauhmana manusia melalaikan-Nya dan tidak memikirkan untuk menunaikan
tuntutan-tuntutannya maka sekadar itulah manusia telah menjauhi Allah dan
merenggangi hubungan denganNya. Semakin kuat kita berjaga-jaga, berusaha untuk
memelihara dan mengambil berat terhadap urusanNya, maka semakin teguh dan
mendalamlah hubungan saudara dengan Allah SWT. Namun, jalan berfikir ini tidak
akan mendatangkan buahnya bahkan tidak mungkin kekal dalam jangka masa yang
panjang sekiranya manusia tidak sandarkan kepada jalan amal yaitu ketaatan yang
ikhlas terhadap hukum Ilahi serta membelanjakan jiwa dan harta kepada sebarang
jalan yang boleh membawa mardhatillah.
Makna ketaatan kepada hukum Ilahi ialah melakukan segala apa yang
diperintahkan oleh Allah SWT, dengan penuh kerelaan jiwa di waktu senang dan
susah, sunyi dan terang tanpa menghiraukan keuntungan dunia, malah hanya
menghitung keridhoan Allah SWT semata-mata. Ketaatan kepada hukum-hukum Ilahi
juga bererti meninggalkan sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT di waktu sunyi
dan terang dengan penuh rasa kebencian terhadap larangan itu. Jangan manusia
jadikan desakan duniawi sebagai motif untuk meninggalkan larangan Allah SWT.
Manusia tinggalkan setiap larangan itu adalah semata-mata karena Allah SWT.
Inilah jalan yang mempertingkatkan derajat ketaqwaan manusia kepada Allah.
Dalam hal yang akan meningkatkan saudara ke derajat ihsan selepas
darjat taqwa ialah dengan cara manusia berusaha mempertingkatkan setiap
amal-amal keutamaan (fadhilat-fadhilat) yang dicintai oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya. Menjauhi perkara yang tercela lagi dibenci oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya. Janganlah manusia memandang ringan dan remeh di dalam hal
membelanjakan apa yang dimiliki oleh manusia seperti jiwa, harta, masa, usaha,
kekuatan fikiran, dan kekuatan hati. Di samping itu, senantiasalah di dalam
keadaan beringat, penuh keinsafan supaya tidak tumbuh di dalam hati
saudara rasa sombong serta ujub dengan amal dan pengorbanan yang telah saudara
lakukan sehingga melupai diri sendiri lalu terlintas di dalam hati perasaan
seolah-olah manusia telah berbakti dan berbudi kepada orang. Sebaliknya
mestilah manusia rasai bahwa manusia terlalu sedikit dan terlalu kurang di
dalam melaksanakan semua yang diwajibkan Allah SWT.
c.
Rumusan
Dalam Hubungan Antara Manusia Dengan Allah
Ada yang disebut dengan rumusan timbal balik, yaitu
action-reaction, analoginya seperti ini, kalau kita mempunyai bola karet
kemudian kita lempar pelan-pelan ke arah tembok, maka bola tersebut akan
memantul kembali dengan pelan kepada kita, namum kalau kita melemparnya dengan
keras maka secara otomatis bola tersebut kembali kepada kita dengan keras. Di
dalam ayat-ayat Al-qur’an, Allah SWT menyebutkan beberapa penjelasan,
fadzkuruni adzkurkum, “bila kau ingat Aku, Aku pun ingat kamu, kalau dalam
hadist qudsi dikatakan, bila ada manusia yang mendekat kepada Aku, maka Aku
akan membalasnya dengan tidak terhitung artinya reaksinya lebih tepat dan
banyak, kalau ada hamba yang meminta maka Aku akan mendekatinya, bila datang
pada-Ku berjalan maka Aku akan menyambutnya dengan berlari”. Artinya bahwa di
dalam hukum timbal balik itu Allah lebih tepat dan lebih banyak membalasnya,
dalam hadist yang lain intansurulloha yansurkum bila engkau menolong agama
Allah maka Allah akan menolongmu, itu artinya ada timbal balik. Banyak dalam
Al-qur’an yang menyebutkan rumusan tadi, hanya saja yang perlu kita fahami
bahwa rumusan timbal balik ini Allah SWT sangat luar biasa sekali memberikan
yang lebih dari apa yang kita umpankan, terutama dalam hal kebaikan, sementara
dalam hal kejelekan Allah SWT tidak menambahnya.
Di dalam sistem penilaian amal manusia, Allah itu berat sebelah dan
cenderung berpihak kepada manusia, kita ambil contoh siapapun diantara kita
yang mempunyai nilai jahat atau niat jelek, ketika seseorang berniat jelek itu
bukan merupakan suatu point dosa, akan tetapi kalau niatan jelek itu sudah
diaplikasikan atau dibarengi dengan tindakan maka itupun penilaiannya cuman
satu point, tapi kalau kebajikan, baru niat saja itu sudah diberikan point, dan
ketika niat baik itu dilakukan dengan tindakan maka minimal akan mendapatkan
point 10, manjaa’ abil hasanati falahuu ‘asyru amtsaalihaa “Barangsiapa membawa
amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya” (QS. Al-an’am
ayat 160).
Sekarang ada rumusan timbal balik dalam hubungan antara kita dengan Allah, yaitu hamba dengan Tuhan-Nya, ada sebuah hadist yang berbunyi, bila seseorang ingin mengetahui tinggi rendahnya derajat di sisi Allah maka lihatlah tinggi derajat Allah di hatimu, artinya bila Allah disertakan di hati kita jadi nomor satu di atas segala kepentingan dan diatas segalanya maka derajat kita pun nomor satu di sisi Allah. Bila Allah dinomor duakan, nomor tiga atau nomor ke berapa setelah kepentingan itu dan ini. maka kitapun direndahkan derajatnya oleh Allah SWT, maka ketika kita berdoa kepada Allah meminta agar diijabah, kadang-kadang dari rumusan tadi keluar sebuah pernyataan, kamu mau permintaan kamu dinomor satukan sementara perintah Tuhan saja dinomor tigakan, bila engkau menomor satukan perintah Tuhan maka permintaanmu pun nomor satu, tapi bila suatu saat engkau menomor duakan perintah Tuhan sampai menomor terakhirkannya, meskipun engkau meminta-minta seribu kali pun tetap tidak akan diijabah.
Sekarang ada rumusan timbal balik dalam hubungan antara kita dengan Allah, yaitu hamba dengan Tuhan-Nya, ada sebuah hadist yang berbunyi, bila seseorang ingin mengetahui tinggi rendahnya derajat di sisi Allah maka lihatlah tinggi derajat Allah di hatimu, artinya bila Allah disertakan di hati kita jadi nomor satu di atas segala kepentingan dan diatas segalanya maka derajat kita pun nomor satu di sisi Allah. Bila Allah dinomor duakan, nomor tiga atau nomor ke berapa setelah kepentingan itu dan ini. maka kitapun direndahkan derajatnya oleh Allah SWT, maka ketika kita berdoa kepada Allah meminta agar diijabah, kadang-kadang dari rumusan tadi keluar sebuah pernyataan, kamu mau permintaan kamu dinomor satukan sementara perintah Tuhan saja dinomor tigakan, bila engkau menomor satukan perintah Tuhan maka permintaanmu pun nomor satu, tapi bila suatu saat engkau menomor duakan perintah Tuhan sampai menomor terakhirkannya, meskipun engkau meminta-minta seribu kali pun tetap tidak akan diijabah.
Di dalam hukum timbal balik ini sebenarnya ibadah itu ada 3 target,
yaitu :
1.
Sah
sesuai hukum misalkan kita sholat, selama kita melaksanakan sholat
dzuhur sesuai
ajaran fikih yang diambil dari Al-qur’an dan hadist syaratnya dipenuhi rukunnya
dipenuhi maka menurut standar hukum fikih sholat dzuhur kita tersebut
dinyatakan sah, target pertama sudah tercapai, tapi belum tentu sholat yang sah
itu diterima oleh Allah, karena tidak menutup kemungkinan seseorang melakukan
sholat tapi hati dan niatnya tidak benar. Seperti orang berpuasa dari pagi
sampai maghrib, maka menurut standar fikih puasanya sah tetapi ketika dia
berpuasa melakukan hal-hal yang negatif maka Allah enggan menerimanya, jadi
yang pertama diterima karena sah menurut hukum.
2.
Diterima,
dan yang ketiga dalam hubungan kita dengan Allah diterima oleh Allah itu dengan
harga berapa? dengan nilai berapa? karena kelulusan nilai 6 dengan kelulusan
nilai 9 itu berbeda prestasi kelulusannya, yang ini cumlaude yang ini
biasa-biasa saja.
3.
Bagaimana
ibadah kita sah, diterima dan diterima dengan nilai yang sangat tinggi di sisi
Allah SWT. Untuk diterima dengan nilai yang sangat tinggi ini standarnya lain,
kalau sah menurut standarnya fikih, kalau diterima dari standarnya niat dan
hubungan horizontal, kalau hubungan horiozontal seorang muslim baik maka dia
akan mendapatkan nilai point yang diterima, lulus dengan nilai standar.
Oleh
karena itu kenapa kalau durhaka kepada orang tua itu akan menjadi penghalang
tidak diterimanya sholat seseorang dan Allah enggan menerima ibadah hambanya
yang durhaka kepada orang tua. Tidak sedikit orang yang beribadah karena
hubungan horizontalnya tidak baik, ke istrinya jahat, keanak buahnya berbuat
dzalim, keorang tuanya durhaka walaupun jidatnya hitam karena bekas sujud namun
Allah tetap tidak akan menerima amal ibadahnya karena hubungan horizontal yang
baik itu adalah penentu dan penyempurna ibadah vertikal, itu rumusannya. Oleh
karena itu tahapan pertama sah, tahapan kedua diterima dan tahapan ketiga
diterima dengan nilai yang tinggi, maka yang dijadikan standar dari ketiga
tahapan tersebut itu adalah keilmuan dan kema’rifatan.
B.
Hablum Minannas
a.
Pengertian
Hablum Minannas
Hablum minannas adalah perjanjian dari kaum Mukminin dalam bentuk
jaminan keamanan bagi orang kafir dzimmi dengan membayar upeti bagi kaum
Mukminin melalui pemerintahnya untuk hidup sebagai warga negara Islam dari
kalangan minoritas non Muslim. Atau dengan bahasa lain ialah dalam berinteraksi
dengan sesama manusia, maka jaminan yang bisa dipercaya hanyalah dari kaum
muslimin yang dibimbing oleh Syari'at Allah Ta'ala.
Dengan demikian, akhlaqul karimah dibangun di atas kerangka
hubungan dengan Allah melalui perjanjian yang diatur dalam Syari'at-Nya
berkenaan dengan kewajiban menunaikan hak-hak Allah Ta'ala dan juga kerangka
hubungan dengan sesama manusia melalui kewajiban menunaikan hak-hak sesama
manusia baik yang muslim maupun yang kafir. Dari kerangka inilah kemudian
diuraikan kriteria akhlaqul karimah. Hak-hak Allah itu ialah mentauhidkan-Nya
dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain-Nya. Yaitu menunaikan tauhidullah
dan menjauhi syirik, mentaati Rasul-Nya dan menjauhi bid'ah (penyimpangan dari
ajarannya). Dan inilah sesungguhnya prinsip utama bagi akhlaqul karimah, yang
kemudian dari prinsip ini akhlaq Rasulullah SAW dipuji dan disanjung oleh Allah
Ta'ala dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya engkau (hai Muhammad) di atas akhlaq
yang agung.” ( QS Al-Qalam : 49).
b.
Cara
Menjalin Hubungan Dengan Manusia
Manusia dalam kegiatan sehari hari tidak lepas dari interaksi
sesama manusia, baik yang positif dan negatif. Disini saya mencoba berbagi cara
bagaimana cara menjalin hubungan yang baik dengan teman ataupun dengan orang
yang belum kita kenal.
Berikut cara cara untuk menjaga sebuah hubungan pertemanan :
1.
Hormatilah
teman, teman biasanya sebaya dengan kita, bahkan ada yang lebih tua dari kita,
oleh karenanya sudah sepantasnya kita menghormati yang lebih tua.
2.
Tidak
bercanda keterlaluan. Kalau kita bersenda gurau hal hal yang kecil mugkin tidak
masalah, tetapi kalau sudah diluar batas, maka hubungan itu bisa langsung
retak.
3.
Sesekali
kumpul. Biasanya jika ada waktu senggang ajak teman teman kita untuk hangout
bareng ke mall untuk makan ataupun sekadar jalan jalan, ini berfungsi untuk
mengakrabkan diri kita. Jangan terlalu sering karena akan merasa jenuh.
4.
Bantu,
bantulah teman jika mengalami kesulitan, ingat membantu dalam yang postif.
Jangan sesekali membantu teman jika berbuat salah apalagi melanggar hukum.
5.
Ibadah
berjamaah, selain mendapatkan pahala yang berlipat, beribadah dengan teman akan
semakin akrab dengan teman.
6.
Saling
mengingatkan, itu perlu karena sifat dasar manusia adalah pelupa.
7.
Berbagi,
saling memberi jika mempunya rejeki lebi
Banyak manfaat jika kita bisa menjaga hubungan dengan teman,
contohnya:
1.
Jika
kita kesulitan dalam hal keuangan, kita bisa minta bantuan teman.
2.
Jika
kita berbisnis, kita bisa mengajak teman untuk mengmbangkan bisnis tertentu.
Jika kita ingin mengeluarkan pikiran atau isi hati, temanlah
sebagai penampung itu semua.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Maka aneh kedengarannya kalau ada segelintir orang yang mengaku
pemeluk Islam, berdasarkan hawa nafsunya, memilah-milah aturan-aturan Allah
yang jelas tercantum dalam Al-Qur’an, mana yang bisa diterapkan dan mana yang
tidak perlu lagi diikuti karena dianggap ‘sudah kadaluwarsa’, tidak sesuai
konteks jaman. Lebih celakanya lagi penolakan tersebut didasari nilai-nilai
yang ditetapkan manusia dan bersifat situasional seperti nilai-nilai HAM,
kesetaraan gender, dll. Ini ibarat seseorang yang mau mencocokkan kopiah
dengan kepala. Seharusnya kita memilih mana ukuran kopiah yang sesuai
dengan ukuran kepala kita, bukan sebaliknya, malah ‘mengatur’ besar-kecilnya
kepala kita agar sesuai ukuran kopiah yang kita inginkan. Ketika Allah
menetapkan hukum-hukum-Nya, bahkan sampai memberikan penjelasan secara detail,
itu tentunya Dia ciptakan berdasarkan ilmu-Nya yang tidak akan terjangkau
dengan kemampuan pikiran dan pemahaman kita. Seharusnya akal pikiran kita
ketika berhadapan dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah tersebut,
berusaha mencari jalan agar aturan itu bisa diaplikasikan, bukan sebaliknya
malah dipakai dengan tujuan agar tidak bisa dilaksanakan, hanya karena adanya
nilai-nilai relatif yang diciptakan manusia.
Islam juga tidak memposisikan ‘hablumminannas’ sebagai sesuatu yang
terpisah dengan ‘hablumminallah’, tapi lebih berfungsi subordinatif, ibaratnya
kedudukan Undang-undang Dasar dengan semua peraturan pelaksanaan yang ada
dibawahnya. Sepanjang aturan hasil kesepakatan antar sesama manusia tersebut
sejalan dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan Islam, maka kedudukan aturan
tersebut sama dengan aturan yang datang dari Allah. Aturan lalu-lintas dibuat
manusia untuk memberikan keadilan kepada pemakai jalan, maka ketika seseorang
melanggar lampu merah atau ngetem sembarangan, maka artinya dia sudah berbuat
zalim kepada pemakai jalan yang lain, otomatis konsekuensinya dia juga telah
melanggar aturan Allah. Ketika aturan di kantor dibuat dengan dasar keadilan
dan pelaksanaan tanggung-jawab bagi semua karyawan, maka pelanggaran dan
ketidak-disiplinan seseorang terhadap aturan tersebut bernilai sebagai
pelanggaran terhadap aturan Allah karena bisa dikategorikan telah berbuat zalim
terhadap pihak lain.
Saran
Di dunia ini ada yang namanya berhubungan, berhubungan dengan sesame
jenis maupun tidak, dan berhubungan dengan Allah SWT. Jadi kita harus bisa
menyeimbangkan hubungan dengan sesama manusia dengan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Posting Komentar