Pesan Produk Sekarang

MAKALAH HABLU MINANNAS DAN HABLU MINALLAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Halaman Judul
Salah satu istilah yang sering salah dimengerti orang tentang kedudukan hukum-hukum Allah yang ditetapkan-Nya bagi manusia adalah tentang dikotomi ‘hablumminallah’ dan ‘hablumminannas’, bahwa ketika mereka menyebut ‘hablumminallah’ itu berarti suatu perbuatan yang semata-mata berhubungan dengan peribadatan kepada Allah berupa shalat, puasa dan haji, sebaliknya kalau menyangkut ‘hablumminannas’ artinya suatu perbuatan yang terkait dengan sesama manusia, misalnya soal berbuat baik, hukum pidana dan perdata, aturan kesopanan berpakaian dan bertingkah-laku, hidup bertetangga, sampai kepada aturan bernegara dan bermasyarakat secara umum. Salah kaprah berikutnya soal kedua istilah ini adalah, tata-cara ‘hablumminallah’ sudah diatur secara baku dan tidak boleh dirobah baik bentuknya maupun waktunya, misalnya aturan shalat wajib 5 kali sehari semalam dengan rakaat yang tetap dan waktu yang tetap, puasa wajib harus di bulan ramadhan mulai dari terbit fajar sampai matahari terbenam. Sebaliknya urusan ‘hablumminannas’ merupakan tata-cara yang terkait tempat dan konteksnya, termasuk harus berpedoman kepada budaya setempat. Maka tata-cara hidup bertetangga di Arab berbeda dengan di Indonesia, bahkan ada yang berani menafsirkan aturan hukum pidana dan perdatanya juga bisa berubah-ubah sesuai nilai-nilai yang dianut pada tempat dan waktu tertentu. Lalu diambil kesimpulan hukuman potong tangan bagi si pencuri atau qishash untuk si pembunuh hanya sesuai diterapkan pada konteks jaman dahulu, sedangkan saat sekarang yang sudah menganut nilai-nilai HAM, aturan tersebut sudah tidak tepat diberlakukan. Memakai jilbab merupakan cara yang cocok dipakai dijaman Arab jahiliyah karena kedudukan wanita yang rentan dengan bahaya hegomoni kaum laki-laki, sedangkan jaman sekarang tidak diperlukan lagi karena adanya paham kesetaraan gender. Pemahaman ini kemudian menjadi ‘bola liar’ dalam menafsirkan hukum-hukum Allah yang kebetulan tercantum jelas dalam Al-Qur’an. Faktanya ayat Al-Qur’an memang memuat – dengan bahasa yang jelas – bahwa hukuman buat si pencuri adalah potong tangan [QS 5:38], atau bagi si pembunuh harus dihukum mati [QS 2:178], aturan waris yang membedakan porsi laki-laki 2 kali bagian wanita [QS 4:11] kewajiban memakai jilbab bagi kaum wanita [QS 33:59]. Mau diputar balik pakai cara apapun, aturan tersebut memang sudah tercantum dengan jelas disana, bahwa ketika Allah bicara soal pembagian waris bagi laki-laki 2 kali bagian wanita, kita tidak bisa merubahnya menjadi porsi yang lain selain 2 banding 1, ketika Allah memerintahkan kaum wanita untuk memakai jilbab, tidak bisa tafsirannya lalu kita buat boleh memakai pakaian model apapun ‘asal sesuai dengan norma kesopanan setempat’, maka orang-orang lalu berdebat 7 hari 7 malam untuk menentukan batas tentang ‘norma kesopanan’ tersebut, itupun tanpa menghasilkan kesepakatan apa-apa. Dalam kaitan tentang istilah ‘hablumminallah’ dan ‘hablumminannas’ , kita menemukan satu ayat Al-Qur’an yang menyinggung soal ini, ketika Allah bicara tentang ahli kitab yang artinya ’’Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia’’
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Hablum minallah ?
2.      Apa yang dimaksud dengan Hablum minannas ?
3.      Bagaimana Penerapan Hablum minannas dalam kehidupan sehari – hari ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Hablum Minallah
a.       Pengertian Hablum Minallah
Hablum minallah adalah perjanjian dari Allah. Yaitu masuk Islam atau beriman dengan Islam sebagai jaminan keselamatan bagi mereka di dunia dan akhirat. Atau tunduk kepada pemerintahan muslimin dengan jaminan dari pemerintah itu sebagaimana yang diatur oleh Syari'ah dalam perkara hak dan kewajiban orang kafir dzimmi yaitu orang kafir yang menjadi warga negara Islam untuk mendapatkan jaminan perlindungan hak-haknya sebagai manusia di dalam kehidupan dunia saja dan mendapat ancaman adzab di akhirat.
b.      Cara Menjalin Hubungan Dengan Allah
1.      Beriman dengan Allah SWT dan menyembah-Nya dengan melaksanakan sholat fardhu lima waktu dan beramal sholih sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW. Tidak akan terjalin hubungan yang baik dengan Allah SWT, apabila kita tidak mau beriman dengan Allah SWT, tidak mau beramal sholih sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, dan juga tidak mau melaksanakan sholat fardhu lima waktu.
2.      Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun juga syirik. Menyekutukan Allah (syirik) adalah perbuatan dosa yang amat  besar dan sangat dimurkai Allah. Menyembah selain Allah, mengakui adanya tuhan yang lain selain Allah, maka itu adalah syirik, sedangkan orang yang melakukan perbuatan syirik disebut musyrik.
3.      Tidak mengatakan hal yang bathil (salah) tentang Allah.
Mengatakan hal yang bathil tentang Allah contohnya ialah perkataan orang-orang nasrani (kristen) bahwa Allah mempunyai anak, orang Yahudi mengatakan bahwa Allah faqir (Sangat miskin), sub-haanallaah, bahkan sebenarnya kepunyaan Allah SWT  yaitu seluruh langit dan bumi beserta seluruh isinya, bahkan nyawa dan kehidupan manusia ini pun adalah milik Allah SWT.
4.      Tidak berprasangka buruk kepada Allah. Yakinilah olehmu bahwa Allah Maha Baik, Allah Maha Adil, Allah Maha Pengasih, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Bijaksana, Allah Maha Dekat, Maha Mengabulkan Doa, Maha Memberi Rezeki. Sub-haanallaah, Allah tidak akan pernah menzolimi (menganiaya) makhluknya.
5.      Mengenali Allah  dengan pengenalan yang benar. Ma'rifatullaah agar tumbuh rasa cinta kepada Allah ialah Mahabbatullaah.Untuk mengenal Allah dengan benar jalannya adalah dengan rajin membaca, mempelajari dan memahami Al-Qur’an kitab allah, dan jangan sekali-kali mengenali Allah dengan cara membabi-buta mengikuti faham orang-orang yang sesat dan mengatakan hal-hal yang tidak benar tentang Allah, serta bertentangan dengan Al-Qur’an kitab allah. Anjuran : hafalkan olehmu asmaa-ul husnaa dan fahami maknanya, setelah itu berdzikirlah dengan as maa-ul husna itu dengan penuh penghayatan dan rasa cinta serta rindu kepada allah, insya Allah, akan bermanfaat bagimu di dunia dan akhirat.
6.      Meyakini dan merasakan bahwa Allah sangatlah dekat dengan kita dan sangat menyayangi kita.
7.      Bersyukur atas seluruh nikmat Allah SWT dan bersabar atas cobaan Allah SWT  atas diri kita. Bukti bahwa kita bersyukur dan bersabar atas ketentuan Allah SWT atas diri kita ialah kesungguhan dan kecintaan kita untuk selalu dapat melaksanakan sholat fardhu lima waktu hingga akhir hayat kita, baik dalam keaadaan susah maupun senang, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
8.      Yakin dan Tawakkal kepada Allah yang maha baik, serta bergantung dan berharap sepenuhnya hanya kepada Allah. Hasbunallaah wani'mal wakiil, ni'mal maulaa wani'man nashiir (Cukuplah Allah bagi kami, Allah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong).
9.      Berakhlak mulia. Tidak akan terjalin hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia bila kita berakhlak buruk.
10.  Meninggalkan semua perbuatan dosa dan maksiat, dan juga meninggalkan hal-hal yang dapat menjauhkan kita dari keridhoan Allah dan melalaikan kita dari dzikrullaah (mengingat dan menyebut Allah dalam rangka taat kepada Allah).
11.  Hilangkan sifat sombong, tomak (rakus). Hasad (iri hati) dan sifat-sifat tercela lainnya. Iblis dilaknat oleh Allah karena sombong, Nabi Adam dikeluarkan dari syurga karena rakus, Qobil membunuh saudaranya Habil karena iri hati (hasad). Sifat-sifat yang buruk akan menghantarkan kita kepada perbuatan-perbuatan dosa yang dimurkai oleh Allah SWT.
12.  Selalu bertobat dan memohon ampunan Allah SWT (istighfar).
Orang yang berdosa bertobat agar dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT, menerima amal ibadahnya dan meridhoinya.
13.  Mendawamkan wudhu dan membiasakan diri kita untuk selalu dalam keadaan suci dari hadas kecil dan besar. "Sungguh allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri".
14.  Memperbanyak dzikrullah, bahkan selalu dzikrullah dalam setiap keadaan, baik dalam keadaaan duduk, berdiri maupun berbaring.
15.  Selalu bermunajat, berdo'a, dan memohon pertolongan kepada Allah dalam setiap urusan kita.
16.  Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah yang wajib dan bersungguh-sungguh pula di dalam melaksanakan ibadah yang sunnah untuk taqorrub ilallaah (Mendekatkan diri pada ALLAH).
17.  Setelah menjaga sholat fardhu lima waktu, jagalah pula sholat-sholat sunnah, seperti sholat tahajjud, witir, duha, tasbih,hajat dan lain-lain.
18.  Mengikuti dan mencintai rosuulullah muhammad saw sebagai bukti kecintaan kita kepada allah, dengan cara melaksanakan sunnah-sunnah Rosulullah SAW dalam kehidupan kita sehari-hari. Semakin banyak Sunnah Rosulullah SAW yang kita laksanakan maka semakin baik pula keimanan dan kecintaan kita kepada Allah SWT
19.  Selalu berniat ikhlas karena Allah dalam setiap amal ibadah kita
20.  Mengakui kelemahan, kebodohan dan kekurangan diri kita di dalam melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah.
21.  Merasa takut dan malu kepada allah yang maha baik.
22.  Berdo'alah kepada Allah. Semoga Allah melimpahkan semua kebaikannya kepada kita,di mana dengan kebaikan-Nya itu kita dibimbing untuk melakukan hal-hal yang terbaik dan diridhoi oleh Allah SWT. Hanya kepada Allah kita menyembah dan menghambakan diri, hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.

Jalan memperkuatkan hubungan dengan Allah Tidak terdapat jalan lain untuk menimbulkan hubungan dengan Allah SWT melainkan satu sahaja. Seseorang insan hendaklah beriman dengan Allah SWT yang Esa sebagai Rab dan Ilah bagi dirinya dan untuk sekelian makhluk di langit dan di bumi serta mengimani sifat-sifat Uluhiyyah-Nya. Tuntutan dan kelayakannya tidak boleh diberi kepada selain daripada Allah. Hendaklah saudara membersihkan hati daripada segala kekaratan syirik. Apabila manusia dapat menyempurnakan semuanya ini mengikut cara yang dituntut, akan terikatlah jalinan hubungan antaranya dengan Allah SWT. Adapun untuk mempererat dan menyuburkan hubungan ini tertakluk kepada dua jalan, yaitu:  jalan kefahaman dan berfikir dan jalan bekerja.
Kaidah menyuburkan hubungan dengan Allah SWT melalui jalan kefahaman dan tadabbur ialah dengan cara manusia mempelajari Al-Quran dan Hadith Nabi Muhammad SAW yang sahih dan sedaya upaya mengamatinya berulang-ulang kali dan seterusnya coba memahaminya agar benar-benar faham. Langkah seterusnya ialah dengan mencoba sedaya upaya untuk mengamalkannya di dalam kehidupan. Apakah sudah terjalin hubungan diantara manusia dengan Allah SWT dalam kenyataan hidup sehingga setelah manusia ketahui sudut-sudut ini, manusia akan coba membentangkan dan membandingkan dengan hal keadaan manusia. Maka bertambah eratlah hubungan manusia dengan Allah SWT. Maka untuk itu hendaklah manusia memperhatikan segenap sudut. Sekadar mana dapat diperkuatkan perasaan ini di dalam diri manusia maka sekadar itulah hubungan manusia dengan Allah SWT.
Dalam konteks pertalian dengan Allah SWT, manusia adalah hamba Allah SWT. manusia dijadikan sebagai khalifah-Nya di bumi. Kemudian, daripada Allah SWT dipindahkan nikmat-nikmat dan pemberian-Nya yang tidak terkira kepada manusia. Bertolak daripada sini, setelah manusia beriman maka Allah SWT telah membeli jiwa dan harta manusia dengan surga. Lalu daripada semua itu, manusia bertanggungjawab dihadapan-Nya. Allah SWT tidak menghisab amal-amal itu daripada segi zahir pekerjaan saudara sahaja, tetapi juga dicatat bersama-sama dengan perbuatan zahir itu gerak-geri, diam, niat, dan kehendak manusia. Inilah antara banyak contoh-contoh pertalian yang telah sedia ada di antara manusia dengan Allah SWT.
Berdasarkan kepada kefahaman ini, menjiwainya dan melaksanakan tuntutannya akan menentukan derajat hubungan dan taqarrub kita dengan-Nya. Sejauhmana manusia melalaikan-Nya dan tidak memikirkan untuk menunaikan tuntutan-tuntutannya maka sekadar itulah manusia telah menjauhi Allah dan merenggangi hubungan denganNya. Semakin kuat kita berjaga-jaga, berusaha untuk memelihara dan mengambil berat terhadap urusanNya, maka semakin teguh dan mendalamlah hubungan saudara dengan Allah SWT. Namun, jalan berfikir ini tidak akan mendatangkan buahnya bahkan tidak mungkin kekal dalam jangka masa yang panjang sekiranya manusia tidak sandarkan kepada jalan amal yaitu ketaatan yang ikhlas terhadap hukum Ilahi serta membelanjakan jiwa dan harta kepada sebarang jalan yang boleh membawa mardhatillah.
Makna ketaatan kepada hukum Ilahi ialah melakukan segala apa yang diperintahkan oleh Allah SWT, dengan penuh kerelaan jiwa di waktu senang dan susah, sunyi dan terang tanpa menghiraukan keuntungan dunia, malah hanya menghitung keridhoan Allah SWT semata-mata. Ketaatan kepada hukum-hukum Ilahi juga bererti meninggalkan sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT di waktu sunyi dan terang dengan penuh rasa kebencian terhadap larangan itu. Jangan manusia jadikan desakan duniawi sebagai motif untuk meninggalkan larangan Allah SWT. Manusia tinggalkan setiap larangan itu adalah semata-mata karena Allah SWT. Inilah jalan yang mempertingkatkan derajat ketaqwaan manusia kepada Allah.
Dalam hal yang akan meningkatkan saudara ke derajat ihsan selepas darjat taqwa ialah dengan cara manusia berusaha mempertingkatkan setiap amal-amal keutamaan (fadhilat-fadhilat) yang dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Menjauhi perkara yang tercela lagi dibenci oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Janganlah manusia memandang ringan dan remeh di dalam hal membelanjakan apa yang dimiliki oleh manusia seperti jiwa, harta, masa, usaha, kekuatan fikiran, dan kekuatan hati. Di samping itu, senantiasalah di dalam keadaan beringat, penuh keinsafan supaya tidak tumbuh  di dalam hati saudara rasa sombong serta ujub dengan amal dan pengorbanan yang telah saudara lakukan sehingga melupai diri sendiri lalu terlintas di dalam hati perasaan seolah-olah manusia telah berbakti dan berbudi kepada orang. Sebaliknya mestilah manusia rasai bahwa manusia terlalu sedikit dan terlalu kurang di dalam melaksanakan semua yang diwajibkan Allah SWT.

c.         Rumusan Dalam Hubungan Antara Manusia Dengan Allah
Ada yang disebut dengan rumusan timbal balik, yaitu action-reaction, analoginya seperti ini, kalau kita mempunyai bola karet kemudian kita lempar pelan-pelan ke arah tembok, maka bola tersebut akan memantul kembali dengan pelan kepada kita, namum kalau kita melemparnya dengan keras maka secara otomatis bola tersebut kembali kepada kita dengan keras. Di dalam ayat-ayat Al-qur’an, Allah SWT menyebutkan beberapa penjelasan, fadzkuruni adzkurkum, “bila kau ingat Aku, Aku pun ingat kamu, kalau dalam hadist qudsi dikatakan, bila ada manusia yang mendekat kepada Aku, maka Aku akan membalasnya dengan tidak terhitung artinya reaksinya lebih tepat dan banyak, kalau ada hamba yang meminta maka Aku akan mendekatinya, bila datang pada-Ku berjalan maka Aku akan menyambutnya dengan berlari”. Artinya bahwa di dalam hukum timbal balik itu Allah lebih tepat dan lebih banyak membalasnya, dalam hadist yang lain intansurulloha yansurkum bila engkau menolong agama Allah maka Allah akan menolongmu, itu artinya ada timbal balik. Banyak dalam Al-qur’an yang menyebutkan rumusan tadi, hanya saja yang perlu kita fahami bahwa rumusan timbal balik ini Allah SWT sangat luar biasa sekali memberikan yang lebih dari apa yang kita umpankan, terutama dalam hal kebaikan, sementara dalam hal kejelekan Allah SWT tidak menambahnya.
Di dalam sistem penilaian amal manusia, Allah itu berat sebelah dan cenderung berpihak kepada manusia, kita ambil contoh siapapun diantara kita yang mempunyai nilai jahat atau niat jelek, ketika seseorang berniat jelek itu bukan merupakan suatu point dosa, akan tetapi kalau niatan jelek itu sudah diaplikasikan atau dibarengi dengan tindakan maka itupun penilaiannya cuman satu point, tapi kalau kebajikan, baru niat saja itu sudah diberikan point, dan ketika niat baik itu dilakukan dengan tindakan maka minimal akan mendapatkan point 10, manjaa’ abil hasanati falahuu ‘asyru amtsaalihaa “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya” (QS. Al-an’am ayat 160).
Sekarang ada rumusan timbal balik dalam hubungan antara kita dengan Allah, yaitu hamba dengan Tuhan-Nya, ada sebuah hadist yang berbunyi, bila seseorang ingin mengetahui tinggi rendahnya derajat di sisi Allah maka lihatlah tinggi derajat Allah di hatimu, artinya bila Allah disertakan di hati kita jadi nomor satu di atas segala kepentingan dan diatas segalanya maka derajat kita pun nomor satu di sisi Allah. Bila Allah dinomor duakan, nomor tiga atau nomor ke berapa setelah kepentingan itu dan ini. maka kitapun direndahkan derajatnya oleh Allah SWT, maka ketika kita berdoa kepada Allah meminta agar diijabah, kadang-kadang dari rumusan tadi keluar sebuah pernyataan, kamu mau permintaan kamu dinomor satukan sementara perintah Tuhan saja dinomor tigakan, bila engkau menomor satukan perintah Tuhan maka permintaanmu pun nomor satu, tapi bila suatu saat engkau menomor duakan perintah Tuhan sampai menomor terakhirkannya, meskipun engkau meminta-minta seribu kali pun tetap tidak akan diijabah.
Di dalam hukum timbal balik ini sebenarnya ibadah itu ada 3 target, yaitu :
1.      Sah sesuai hukum misalkan kita sholat, selama kita melaksanakan sholat dzuhur           sesuai ajaran fikih yang diambil dari Al-qur’an dan hadist syaratnya dipenuhi rukunnya dipenuhi maka menurut standar hukum fikih sholat dzuhur kita tersebut dinyatakan sah, target pertama sudah tercapai, tapi belum tentu sholat yang sah itu diterima oleh Allah, karena tidak menutup kemungkinan seseorang melakukan sholat tapi hati dan niatnya tidak benar. Seperti orang berpuasa dari pagi sampai maghrib, maka menurut standar fikih puasanya sah tetapi ketika dia berpuasa melakukan hal-hal yang negatif maka Allah enggan menerimanya, jadi yang pertama diterima karena sah menurut hukum.
2.      Diterima, dan yang ketiga dalam hubungan kita dengan Allah diterima oleh Allah itu dengan harga berapa? dengan nilai berapa? karena kelulusan nilai 6 dengan kelulusan nilai 9 itu berbeda prestasi kelulusannya, yang ini cumlaude yang ini biasa-biasa saja.
3.      Bagaimana ibadah kita sah, diterima dan diterima dengan nilai yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Untuk diterima dengan nilai yang sangat tinggi ini standarnya lain, kalau sah menurut standarnya fikih, kalau diterima dari standarnya niat dan hubungan horizontal, kalau hubungan horiozontal seorang muslim baik maka dia akan mendapatkan nilai point yang diterima, lulus dengan nilai standar.
Oleh karena itu kenapa kalau durhaka kepada orang tua itu akan menjadi penghalang tidak diterimanya sholat seseorang dan Allah enggan menerima ibadah hambanya yang durhaka kepada orang tua. Tidak sedikit orang yang beribadah karena hubungan horizontalnya tidak baik, ke istrinya jahat, keanak buahnya berbuat dzalim, keorang tuanya durhaka walaupun jidatnya hitam karena bekas sujud namun Allah tetap tidak akan menerima amal ibadahnya karena hubungan horizontal yang baik itu adalah penentu dan penyempurna ibadah vertikal, itu rumusannya. Oleh karena itu tahapan pertama sah, tahapan kedua diterima dan tahapan ketiga diterima dengan nilai yang tinggi, maka yang dijadikan standar dari ketiga tahapan tersebut itu adalah keilmuan dan kema’rifatan.

B.  Hablum Minannas
a.       Pengertian Hablum Minannas
Hablum minannas adalah perjanjian dari kaum Mukminin dalam bentuk jaminan keamanan bagi orang kafir dzimmi dengan membayar upeti bagi kaum Mukminin melalui pemerintahnya untuk hidup sebagai warga negara Islam dari kalangan minoritas non Muslim. Atau dengan bahasa lain ialah dalam berinteraksi dengan sesama manusia, maka jaminan yang bisa dipercaya hanyalah dari kaum muslimin yang dibimbing oleh Syari'at Allah Ta'ala.
Dengan demikian, akhlaqul karimah dibangun di atas kerangka hubungan dengan Allah melalui perjanjian yang diatur dalam Syari'at-Nya berkenaan dengan kewajiban menunaikan hak-hak Allah Ta'ala dan juga kerangka hubungan dengan sesama manusia melalui kewajiban menunaikan hak-hak sesama manusia baik yang muslim maupun yang kafir. Dari kerangka inilah kemudian diuraikan kriteria akhlaqul karimah. Hak-hak Allah itu ialah mentauhidkan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain-Nya. Yaitu menunaikan tauhidullah dan menjauhi syirik, mentaati Rasul-Nya dan menjauhi bid'ah (penyimpangan dari ajarannya). Dan inilah sesungguhnya prinsip utama bagi akhlaqul karimah, yang kemudian dari prinsip ini akhlaq Rasulullah SAW dipuji dan disanjung oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya engkau (hai Muhammad) di atas akhlaq yang agung.” ( QS Al-Qalam : 49).
b.      Cara Menjalin Hubungan Dengan Manusia
Manusia dalam kegiatan sehari hari tidak lepas dari interaksi sesama manusia, baik yang positif dan negatif. Disini saya mencoba berbagi cara bagaimana cara menjalin hubungan yang baik dengan teman ataupun dengan orang yang belum kita kenal.
Berikut cara cara untuk menjaga sebuah hubungan pertemanan :
1.      Hormatilah teman, teman biasanya sebaya dengan kita, bahkan ada yang lebih tua dari kita, oleh karenanya sudah sepantasnya kita menghormati yang lebih tua.
2.      Tidak bercanda keterlaluan. Kalau kita bersenda gurau hal hal yang kecil mugkin tidak masalah, tetapi kalau sudah diluar batas, maka hubungan itu bisa langsung retak.
3.      Sesekali kumpul. Biasanya jika ada waktu senggang ajak teman teman kita untuk hangout bareng ke mall untuk makan ataupun sekadar jalan jalan, ini berfungsi untuk mengakrabkan diri kita. Jangan terlalu sering karena akan merasa jenuh.
4.      Bantu, bantulah teman jika mengalami kesulitan, ingat membantu dalam yang postif. Jangan sesekali membantu teman jika berbuat salah apalagi melanggar hukum.
5.      Ibadah berjamaah, selain mendapatkan pahala yang berlipat, beribadah dengan teman akan semakin akrab dengan teman.
6.      Saling mengingatkan, itu perlu karena sifat dasar manusia adalah pelupa.
7.      Berbagi, saling memberi jika mempunya rejeki lebi

Banyak manfaat jika kita bisa menjaga hubungan dengan teman, contohnya:
1.      Jika kita kesulitan dalam hal keuangan, kita bisa minta bantuan teman.
2.      Jika kita berbisnis, kita bisa mengajak teman untuk mengmbangkan bisnis tertentu.
Jika kita ingin mengeluarkan pikiran atau isi hati, temanlah sebagai penampung itu semua.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Maka aneh kedengarannya kalau ada segelintir orang yang mengaku pemeluk Islam, berdasarkan hawa nafsunya, memilah-milah aturan-aturan Allah yang jelas tercantum dalam Al-Qur’an, mana yang bisa diterapkan dan mana yang tidak perlu lagi diikuti karena dianggap ‘sudah kadaluwarsa’, tidak sesuai konteks jaman. Lebih celakanya lagi penolakan tersebut didasari nilai-nilai yang ditetapkan manusia dan bersifat situasional seperti nilai-nilai HAM, kesetaraan gender, dll. Ini ibarat seseorang yang mau mencocokkan kopiah dengan  kepala. Seharusnya kita memilih mana ukuran kopiah yang sesuai dengan ukuran kepala kita, bukan sebaliknya, malah ‘mengatur’ besar-kecilnya kepala kita agar sesuai ukuran kopiah yang kita inginkan. Ketika Allah menetapkan hukum-hukum-Nya, bahkan sampai memberikan penjelasan secara detail, itu tentunya Dia ciptakan berdasarkan ilmu-Nya yang tidak akan terjangkau dengan kemampuan pikiran dan pemahaman kita. Seharusnya akal pikiran kita ketika berhadapan dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah tersebut, berusaha mencari jalan agar aturan itu bisa diaplikasikan, bukan sebaliknya malah dipakai dengan tujuan agar tidak bisa dilaksanakan, hanya karena adanya nilai-nilai relatif yang diciptakan manusia.
Islam juga tidak memposisikan ‘hablumminannas’ sebagai sesuatu yang terpisah dengan ‘hablumminallah’, tapi lebih berfungsi subordinatif, ibaratnya kedudukan Undang-undang Dasar dengan semua peraturan pelaksanaan yang ada dibawahnya. Sepanjang aturan hasil kesepakatan antar sesama manusia tersebut sejalan dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan Islam, maka kedudukan aturan tersebut sama dengan aturan yang datang dari Allah. Aturan lalu-lintas dibuat manusia untuk memberikan keadilan kepada pemakai jalan, maka ketika seseorang melanggar lampu merah atau ngetem sembarangan, maka artinya dia sudah berbuat zalim kepada pemakai jalan yang lain, otomatis konsekuensinya dia juga telah melanggar aturan Allah. Ketika aturan di kantor dibuat dengan dasar keadilan dan pelaksanaan tanggung-jawab bagi semua karyawan, maka pelanggaran dan ketidak-disiplinan seseorang terhadap aturan tersebut bernilai sebagai pelanggaran terhadap aturan Allah karena bisa dikategorikan telah berbuat zalim terhadap pihak lain.

Saran
Di dunia ini ada yang namanya berhubungan, berhubungan dengan sesame jenis maupun tidak, dan berhubungan dengan Allah SWT. Jadi kita harus bisa menyeimbangkan hubungan dengan sesama manusia dengan Allah SWT.

















 

DAFTAR PUSTAKA

Koleksi Produk Lainnya :

Posting Komentar

 
Copyright © 2014. BukaBaju Template - Design: Gusti Adnyana